- Pengenalan
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٨٣)
.
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”,(QS.
Al-Baqarah : 183 )
Ramadhan
merupakan bulan yang sangat istimewa. Bulan yang ditunggu-tunggu
pecinta surga. Pernahkan kita berpikir mengapa demikian,? Hal tersebut
karena pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu ibadah, amal, dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Ilahi terbuka lebar, pintu-pintu neraka ditutup dan syaitan-syaitan dibelenggu. Bulan dimana dijanjikan oleh_Nya rahmat
(karunia), maghfirah (ampunan), dan itqun min al-nar (pembebasan dari
api neraka). Puasa akan membangunkan hati Mukmin yang ‘tertidur’ merasa
selalu diawasi Allah sehingga mencegah kemungkaran. Perut yang kenyang
dapat memandulkan perasaan sehingga menjadikan hati keras, menyuburkan
sikap liar, dan maksiat kepada Allah dan sesama manusia tetapi dengan
puasa kita dapat merasakan kelaparan sesama sehingga menimbulkan empati
bagi sesama dan solidaritas sesama muslim. Betapa indahnya bulan ini
yang merupakan wahana memupuk solidaritas antar umat manusia. Dan pada
akhir bulan keutamaannya disempurnakan dengan kewajiban membayar zakat
fitrah sebagai manifestasi puncak solidaritas sosial tersebut.
Betapa
mulianya bulan ini, dimana di dalamnya Allah yang Maha Pemurah menjadi
lebih pemurah lagi. Dilipatkangandakan-Nya perhitungan pahala orang yang
berbuat kebajikan. Siapa saja yang melakukan ibadah sunnah dihitung
melakukan kewajiban dan yang melakukan kewajiban dilipatkangandakan
pahalanya. Sesungguhnya engkau akan dinaungi bulan yang senantiasa besar
lagi penuh berkah, bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih
baik daripada seribu bulan. Ramadhan adalah bulan sabar dan sabar
pahalanya surga. Ramadhan adalah bulan pemberian pertolongan dan bulan
Allah menambah rezeki orang Mukmin. (HR al-Bukhari dan Muslim).
- Makna Puasa (Ramadhan)
Apa
yang akan kita peroleh dari bulan yang mulia ini tergantung pada diri
kita masing-masing. Semuanya tentu berpulang pada bagaimana kita
memaknai puasa Ramadhan itu sendiri. Bila puasa dimaknai sekadar tidak
makan dan minum serta tidak melakukan yang membatalkan puasa, tentu
hanya itu pula yang bakal didapat. Betapa banyak orang berpuasa tidak
mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan betapa banyak orang yang
menghidupkan malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali begadangnya saja.
Apakah itu pilihan kita saudaraku?? Tentu tidak. Puasa harus dimaknai
lebih dari sekedar itu, puasa adalah amal ibadah dimana didalamnya penuh
dengan kebaikaan, kebajikan dan berkah dimana kita harus senantiasa
menjaga ibadah puasa kita dari perkara-perkara yang sia-sia. Mau
melewatkan waktu selama Ramadhan dengan sia-sia atau meraih
keutamaan-keutamaannya adalah tergantung kemauan dan pilihan kita.
Kata
puasa berasal dari Bahasa Sansekerta. Menurut Bahasa Arab, puasa
berasal dari kata shaum atau shiam. Menurut Bahasa Indonesia, puasa
artinya menahan diri. Kata menahan diri mencakup beberapa makna, seperti
menahan diri tidak makan dan minum serta tidak melakukan hubungan suami
istri selama waktu tertentu. Puasa sendiri dikenal oleh seluruh bangsa
di dunia, seperti Indonesia, Mesir kuno, Tionghoa, Tibet, Arab, dan
sebagainya, juga dilakukan oleh hampir seluruh penganut agama, baik
Katholik, Kristen, Hindhu ataupun Budha.
- Nilai-Nilai Pendidikan dalam bulan Ramadhan
Puasa,
bukan sekedar kewajiban tahunan, dengan menahan lapar dan berbuka,
kemudian setelah itu hampir tidak berbekas dalam jiwa ataupun dalam
perilaku dalam bersosialisasi di masyarakat, namun puasa lebih kepada
kewajiban yang mampu menggugah moral, akhlak, dan kepedulian kepada hal
social kemasyarakatan. Puasa merupakan kewajiban yang universal, dan
sebagai orang yang beragama Islam, maka perlu diyakini bahwa puasa
merupakan kewajiban yang disyariatkan untuk setiap muslim/mukmin,
seperti layaknya sebagai umat dari Nabi Muhammad SAW.
Puasa,
merupakan satu cara untuk mendidik individu dan masyarakat untuk tetap
mengontrol keinginan dan kesenangan dalam dirinya walaupun
diperbolehkan. Dengan berpuasa seseorang dengan sadar akan meninggalkan
makan dan minum sehingga lebih dapat menahan segala nafsu dan lebih
bersabar untuk menahan emosi, walaupun mungkin terasa berat
melakukannya.
Namun,
apapun yang diperbuat di bulan puasa ini, semuanya kembali kepada
kesadaran diri masing-masing, untuk memahami makna puasa, dan
makna-makna lain yang akan menentukan sikap dan perilaku diri ke depan
setelah berlalunya bulan puasa. Oleh karena itu, apa yang sampai di mata
dan telinga Allah, adalah niat, maka hati dan pikiran kita untuk
menjalankan ibadah puasa, bukan penampilan lahiriah atau materi
peribadatan yang dilakukan
D. Indah dan Nikmatnya Ramadhan
Bulan
Ramadhan merupakan bulan yang istimewa, bulan penuh berkah, dan segala
amal baik umat-Nya di dunia akan dibalas berlipat ganda oleh Tuhan.
Semangat untuk menjalankan ibadah puasa, mampu membentuk karakter untuk
memperbanyak amal kebajikan maupun amal ibadah spiritual dalam diri.
Selain itu, bulan puasa merupakan bulan yang dapat digunakan untuk
membuat mental menjadi tetap konsisten dan istiqamah dalam sebelas bulan
berikutnyaBulan Ramadhan merupakan bulan yang istimewa, bulan penuh
berkah, dan segala amal baik umat-Nya di dunia akan dibalas berlipat
ganda oleh Tuhan. Semangat untuk menjalankan ibadah puasa, mampu
membentuk karakter untuk memperbanyak amal kebajikan maupun amal ibadah
spiritual dalam diri. Selain itu, bulan puasa merupakan bulan yang dapat
digunakan untuk membuat mental menjadi tetap konsisten dan istiqamah
dalam sebelas bulan berikutnya
Berikut
ini adalah cara-cara memaknai Ramadhan yang disampaikan oleh Syaikh Dr.
Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili pada malam Jum’at 27 Sya’ban 1423 H di
Masjid Dzun Nurain Madinah, yang berjudul ‘Agar Ramadhan Kita Bermakna
Indah’ .
Cara Pertama Memaknai Ramadhan : Bertawakal kepada Allah Ta’ala
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Dalam menyambut kedatangan musim-musim
ibadah, seorang hamba sangat membutuhkan bimbingan, bantuan dan taufik
dari Allah ta’ala. Cara meraih itu semua adalah dengan bertawakal
kepada-Nya.”
Cara Kedua Memaknai Ramadhan: Banyak Bertaubat Sebelum Ramadhan Tiba
Banyak sekali dalil yang memerintahkan seorang hamba untuk bertaubat, di antaranya: firman Allah ta’ala:
“Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan
menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai,(QS. At.Tahrim. 8 ).
Kita
diperintahkan untuk senantiasa bertaubat, karena tidak ada seorang pun
di antara kita yang terbebas dari dosa-dosa. Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengingatkan, “Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa
dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.” (HR.
Tirmidzi dan dihasankan isnadnya oleh Syaikh Salim Al Hilal)
Cara Ketiga Memaknai Ramadhan : Membentengi Puasa Kita dari Faktor-Faktor yang Mengurangi Kualitas Pahalanya
Sisi lain yang
harus mendapatkan porsi perhatian spesial, bagaimana kita berusaha
membentengi puasa kita dari faktor-faktor yang mengurangi keutuhan
pahalanya. Seperti menggunjing dan berdusta. Dua penyakit ini
berkategori bahaya tinggi, dan sedikit sekali orang yang selamat dari
ancamannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:
“Barang siapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan perbuatannya, maka niscaya Allah tidak akan membutuhkan penahanan dirinya dari makanan dan minuman (tidak membutuhkan puasanya).” (HR. Bukhari)
Cara Keempat Memaknai Ramadhan : Memprioritaskan (Menyempurnakan) Amalan yang Wajib
Hendaknya
orang yang berpuasa itu memprioritaskan amalan yang wajib. Karena amalan
yang paling dicintai oleh Allah ta’ala adalah amalan-amalan yang wajib.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan dalam suatu hadits
qudsi, bahwa Allah ta’ala berfirman:
“Dan tidaklah seseorang mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada amalan-amalan yang Ku-wajibkan.” (HR. Bukhari)
Seandainya
kita termasuk orang-orang yang amalan sunnahnya tidak mampu diperbanyak
pada bulan puasa, maka setidaknya kita berusaha untuk memelihara shalat
lima waktu dengan baik, dikerjakan secara berjamaah di masjid (bagi
pria), serta berusaha sesegera mungkin berangkat ke masjid sebelum adzan
dikumandangkan. Sesungguhnya menjaga amalan-amalan yang wajib di bulan
Ramadhan adalah suatu bentuk ibadah dan taqarrub yang paling agung
kepada Allah.
Sungguh
sangat memprihatinkan, tatkala kita dapati orang yang melaksanakan
shalat tarawih dengan penuh semangat, bahkan hampir-hampir tidak pernah
absen, namun yang disayangkan, ternyata dia tidak menjaga shalat lima
waktu dengan berjamaah. Terkadang bahkan tidur, melewatkan shalat wajib
dengan dalih sebagai persiapan diri untuk shalat tarawih!!? Ini
jelas-jelas merupakan suatu kejahilan dan bentuk peremehan terhadap
kewajiban! Sungguh hanya mendirikan shalat lima waktu berjamaah tanpa
diiringi dengan shalat tarawih satu malam, lebih baik daripada
mengerjakan shalat tarawih atau shalat malam, namun berdampak
menyia-nyiakan shalat lima waktu. Bukan berarti kita memandang sebelah
mata terhadap shalat tarawih, akan tetapi seharusnya seorang muslim
menggabungkan kedua-duanya; memberikan perhatian khusus terhadap
amalan-amalan yang wajib seperti shalat lima waktu, lalu baru melangkah
menuju amalan-amalan yang sunnah seperti shalat tarawih.
Cara Kelima Memaknai Ramadhan: Berusaha untuk Mendapatkan Lailatul Qadar
Setiap muslim
di bulan berkah ini berusaha untuk bisa meraih lailatul qadar. Dialah
malam diturunkannya Al-Qur’an (QS. Al-Qadar: 1, dan QS. Ad-Dukhan: 3),
dialah malam turunnya para malaikat dengan membawa rahmat (QS. Al-Qadar:
4), dialah malam yang berbarakah (QS. Ad-Dukhan: 3), dialah malam yang
lebih utama daripada ibadah seribu bulan! (83 tahun plus 4 bulan) (QS.
Al-Qadar: 3).
Barang
siapa yang beribadah pada malam ini dengan penuh keimanan dan
mengharapkan pahala dari Allah maka dosa-dosanya yang telah lalu akan
diampuni oleh-Nya (HR. Bukhari dan Muslim).
Cara Keenam
Memaknai Ramadhan: Jadikan Ramadhan Sebagai Madrasah untuk Melatih Diri
Beramal Saleh, yang Terus Dibudayakan Setelah Berlalunya Bulan Suci Ini
Bulan
Ramadhan ibarat madrasah keimanan, di dalamnya kita belajar mendidik
diri untuk rajin beribadah, dengan harapan setelah kita tamat dari
madrasah itu, kebiasaan rajin beribadah akan terus membekas dalam diri
kita hingga kita menghadap kepada YangMahaKuasa.Jangan sampai amal
ibadah kita turut berakhir dengan berakhirnya bulan Ramadhan. Kebiasaan
kita untuk berpuasa, shalat lima waktu berjamaah di masjid, shalat
malam, memperbanyak membaca Al-Qur’an, doa dan zikir, rajin menghadiri
majelis taklim dan gemar bersedekah di bulan Ramadhan, mari terus kita
budayakan di luar Ramadhan.
Allahta’alamemerintahkan:“Dan sembahlah Rabbmu sampai ajal datang kepadamu.” (QS. Al-Hijr: 99)
Semoga
kita tergolong orang-orang yang mampu menikmati keutamaan Ramadhan dan
memperoleh hikmahnya, khususnya hikmah lailatul qadar.
Ciri utama diterimanya puasa kita di bulan Ramadhan dan tanda terbesar akan keberhasilan kita meraih lailatul qadar adalah berubahnya diri kita menjadi lebih baik daripada kondisi sebelum Ramadhan.
Ciri utama diterimanya puasa kita di bulan Ramadhan dan tanda terbesar akan keberhasilan kita meraih lailatul qadar adalah berubahnya diri kita menjadi lebih baik daripada kondisi sebelum Ramadhan.
Di antara hikmah dirahasiakannya waktu lailatul qadar adalah:
-
Agar amal ibadah kita lebih banyak. Sebab dengan dirahasiakannya kapan
waktu lailatul qadar, kita akan terus memperbanyak shalat, dzikir, doa
dan membaca Al-Qur’an di sepanjang malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan
terutama malam yangganjil.
- Sebagai ujian dari Allah ta’ala, untuk mengetahui siapa di antara para hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam mencari lailatul qadar dan siapa yang bermalas-malasan serta meremehkannya (Majaalisu Syahri Ramadhaan, karya Syaikh al-’Utsaimin hal: 163)
- Sebagai ujian dari Allah ta’ala, untuk mengetahui siapa di antara para hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam mencari lailatul qadar dan siapa yang bermalas-malasan serta meremehkannya (Majaalisu Syahri Ramadhaan, karya Syaikh al-’Utsaimin hal: 163)
Maka
seharusnya kita berusaha maksimal pada sepuluh hari itu; menyibukkan
diri dengan beramal dan beribadah di seluruh malam-malam itu agar kita
bisa menggapai pahala yang agung itu. Mungkin saja ada orang yang tidak
berusaha mencari lailatul qadar melainkan pada satu malam tertentu saja
dalam setiap Ramadhan dengan asumsi bahwa lailatul qadar jatuh pada
tanggal ini atau itu, walaupun dia berpuasa Ramadhan selama 40 tahun,
barangkali dia tidak akan pernah sama sekali mendapatkan momen emas itu.
Selanjutnya penyesalan saja yang ada…
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan teladan:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika memasuki sepuluh (terakhir Ramadhan) beliau mengencangkan ‘ikat pinggangnya’, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika memasuki sepuluh (terakhir Ramadhan) beliau mengencangkan ‘ikat pinggangnya’, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Penutup.
Semoga saja pamaparan diskusi ini bermanfaat buat kita. Segala kekuran tentunya mohon banyak maaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar